Kenapa Saya Tidak Merokok Lagi?

Sebenarnya, pembahasan ini diikutkan dalam perlombaan si Juki. Meski tidak menang, saya tetap merasa lebih lega dapat mencurahkan uneg-uneg yang agak mengganjal di hati. Bukan bermaksud menimbulkan pro-kontra melainkan hanya ingin bertukar pikiran saja.

Kenapa saya tidak merokok lagi?
Kenapa saya tidak merokok lagi?

Walau bait per baitnya tidak sesempurna yang diinginkan pembaca, semoga tak menjadi kemelut amarah diantara sesama sehingga kita bisa saling memahami perbedaaan antar dua sisi. Oh ya, mungkin ada yang mau kenalan dulu dengan penulis bisa cek artikel berikut Kenalan Dengan Anak Perantauan.

1. Karena saya sadar bahwa merokok tidak akan pernah memperbaiki kesehatan kita
Saya ingat betul apa yang tertulis pada bungkus rokok dan nampaknya sudah membuat orang tahu apa resiko yang akhirnya diterima sebagai pengguna. Meski, seringkali rokok dapat menumpahkan sejumlah inspirasi, membangkitkan seni, menenangkan hati bahkan membuat kita diakui sebagai “lelaki sejati” tapi jauh melihat kedepan, pasti nantinya ikut menggerogoti fisik tubuh sedikit demi sedikit.

Tentu, semua orang tidak selalu berpikiran seperti itu, namun paling tidak siapapun pengguna aktif, sudah sepantasnya siap menanggung resiko tersebut. Sedangkan saya, lebih memilih sadar diri demi menjaga kesehatan walau ada faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan suatu penyakit.

Tapi paling tidak, satu kerugian yang dapat mengurangi kebermanfaatan untuk orang lain sudah terhindarkan. *Sekali lagi, saya tidak memaksakan seseorang agar berhenti merokok karena itu jalan pilihan dan kembali pada diri masing-masing*

2. Karena saya peduli sebagai generasi penerus bangsa
Apa coba keuntunganmu? apakah anda diakui oleh pemerintah, bukankah orang-orang di sekelilingmu saja menganggap hal itu tidak terlalu penting? Ya, saya memang tidak butuh pengakuan namun sebagai pemuda generasi selanjutnya, saya ingin mencoba peduli terhadap hal sepele yang mungkin bisa berpengaruh buruk pada anak dan cucu kita.

Pernah dengar anak umur belasan tahun yang menemukan pembangkit listrik dari pohon kedondong? Seketika mendengar kabar tersebut, saya benar benar merasa haru sekaligus senang karena anak itu mencontohkan kepedulian bangsa dengan hasil karya BESAR.

Sedangkan kita, anak muda bahkan orang dewasa justru terlalu asik menghirup sebatang rokok meski tidak semuanya. Lalu apa cukup dengan berhenti merokok, bisa dikatakan peduli sebagai generasi bangsa? Tidak juga, tapi lebih kepada kepuasan batin yang selama ini saya dapatkan.

Mungkin satu kebaikan ini tak berarti di mata dunia, bahkan sebagian orang akan menganggapnya hal tak berguna. Namun, saya percaya dengan menanam satu kebaikan, suatu saat pasti akan tumbuh sepuluh, seratus atau seribu kebaikan lainya untuk generasi yang hebat.

Baca juga  Belajar Dari Zohri, 4 DETIK Saja Mampu Mengubah Seluruh Hidupnya

Kini, dua kerugian yang dapat mengurangi kepedulian pada generasi bangsa dapat terhindarkan. *Apapun itu, tak harus dengan karya “luar biasa” untuk peduli pada bangsa ini*

3. Karena saya ingin hidup bersama lingkungan tanpa pemisah jarak
Pernah melihat “area perokok vs area bebas rokok”? Itulah salah satu alasan kenapa saya mau berhenti merokok. Seolah-olah tulisan tersebut memberi tanda ada titik kesenjangan (secara tidak langsung) antara manusia padahal kita nyatanya hidup bersama.

Haruskah kita berpisah hanya karena rokok? Bisa jadi, anda tidak akan mau mengalah karena pada dasarnya sudah terbiasa merokok kapan dan dimana saja. Tapi bagi orang lain (pengguna pasif), tentu mereka bisa sedikit terganggu dengan keberadaan asap, bau kurang sedap bahkan sesekali mengumpat dalam hati, “kenapa orang ini masih hidup juga?”

Saya pun, berpikir kembali bagaimana jika kita ada di posisi mereka? Dan akhirnya saya memutuskan untuk mengalah demi kebaikan diri sendiri sekaligus orang-orang di sekeliling kita. Dengan begitu, saya bisa hidup bersama mereka tanpa ada saling sindir, saling dengki, saling ejek maupun saling berjauh-jauhan.
Lah, kalo semua orang berhenti merokok, apakah negri ini bisa makmur?

Bukankah pajak tertinggi dari penjualan rokok? terus semua orang akan saling menghargai dan menghormati gitu? Waduh, kalo pertanyaanya seperti itu, saya sebagai orang kecil tak mampu menjamin. Mungkin, pertanyaan tadi jauh lebih tepat dijawab oleh para professor, doktor maupun pejabat pemerintahan yang saya yakin ilmunya lebih tinggi dan punya ribuan pengalaman untuk memakmurkan negri ini tanpa ketergantungan rokok.

Apakah kita ingin keberagaman hidup, kebersamaan toleransi, keeratan bhinekaan harus tergadaikan demi keuntungan semata? Tidak adakah jalan terbaik tanpa harus memisahkan jiwa sosial kita? Tenang, nggak perlu pusing menjawabnya karena ada orang-orang cerdas di luar sana yang mampu menuntaskanya. Saya percaya itu.

Akhirnya, tiga kerugian yang dapat menjauhkan nilai sosial antar sesama bisa terhindarkan. *Kesadaran diri adalah hal paling penting untuk hidup bersama lingkungan, baik kita sebagai perokok maupun bukan perokok*

Jika bernilai positif, mari terus menjaganya sedangkan bila berasa ada kehadiran sisi negatif mari saling meluruskan dengan penuh kelembutan (Mohon maaf bagi yang tersinggung).

NB: Tulisan ini hanyalah opini dan pengalaman penulis, tanpa ada maksud mendiskriminasi kalangan tertentu. Saya hanya berharap meski jalan yang ditempuh berbeda, agar saling menghargai maupun menghormati serta menerima apapun keputusan setiap orang.

Salam,
Deny Irwanto
www.denyirwanto.com

2 Comments

Berkomentar = Berlangganan, Terima kasih

Your email address will not be published. Required fields are marked *