Marhen: Sekalipun Tidak Lulus Ujian, Perjuangkan Impianmu Sampai Titik Darah Terakhir
|“Berjuang Merubah Nasib, Menjemput Takdir Pada Waktunya” Mungkin itulah kata-kata yang nampaknya pantas untuk Pak Marhen. Ya, meski saya baru kenal lewat facebooknya tapi entah kenapa rasanya ingin menuliskan kisah inspiratif beliau yang menelusuri perjuangan hidup seorang insan.
Saat itu kelas 2 SMP, dia bersama teman-teman sekelas mendapat tugas untuk membuat gambar penampang paru-paru oleh guru IPA/Biologi diatas selebaran kertas katun. Singkatnya, semua anak-anak di kelas tersebut berhasil membuat berbagai corak lukisan dengan hiasan warna-warni yang kemudian dikumpulkan dan diletakkan di meja guru IPA.
Namun, betapa terkejutnya bahwa dia justru dipanggil di ruang guru keesokan harinya. Dengan langkah sedikit ketakutan, dia mencoba untuk memberanikan diri menuju ruang guru. Setibanya disana, Gurunya pun langsung bertanya,
“Tahu tidak kenapa kamu bapak panggi kesini, apa kesalahanmu”, ucap Guru itu.
“Tidak pak, jujur saya tidak tahu”, jawab Marhen dengan lirih.
“Kesalahanmu adalah terlalu berani membuat namamu menjadi aneh, kalo seperti ini lagi saya tidak akan mengajarmu lagi”. tegas gurunya sambil sedikit melotot.
Sontak saja, Marhen dibuat ketakutan, minder, malu pokoknya serba salah. Padahal dia hanya membuat nama pada gambarnya bertuliskan Ir. Marhen Harjono., M. Sc. Ph. D.
Dan dengan nama itu pula, dia makin terkenal di kalangan para guru, ada yang menyindir, ada yang bilang kepandiran bahkan ada yang berucap “jangankan gelar, mungkin aja SMP kagak tamat”. Padahal maksud Marhen nama tersebut bukan bangga-banggaan tapi karena sewaktu SD dia banyak menghafal nama-nama menteri karena disuruh gurunya, sehingga berbagai jenis gelar seperti tadi tidaklah asing tapi tidak tahu kepanjanganya, ha.
Rasa malu selalu meliputi Marhen, mental down, harapan tipis membuatnya tak patah semangat demi mengejar impian. Mendekati ujian kelas 3 SMP kala itu, dia bertekad kuat untuk masuk ke SMA dan ingin mewujudkan gelar yang pernah dituliskan pada namanya supaya tidak malu lagi.
Alhamdulillah, ternyata dia ditakdirkan lolos ujian dan memasuki masa-masa SMA. Kelas satu pun berlalu begitu saja, dia memperoleh nilai cukup besar dengan menduduki peringkat 10 besar. Pencapaian yang luar biasa apalagi orang yang hanya dari desa bersaing di tengah kota seolah-olah bagai kerbau ditarik ke laut.

Minder sampai tak berani bertanya soal pelajaran adalah makanan dia sehari-hari. Pernah suatu ketika saat pelajaran Bahasa Indonesia yang diampu oleh Bu Sri Mulyati, dia benar-benar tidak paham materi yang diajarkan. Akhirnya dia tuliskan pada buku harian (karena waktu itu buku tersebut memang dikumpulkan sebagai bahan koreksi atau apapun kepada Guru Bahasa Indonesia).
Lembar-demi lembar diperiksalah oleh Bu Sri Mulyati. Padahal Marhen tak menyangka kalo tulisanya dikoreksi secara langsung. Dan benar, setelah menerima buku harianya, ia melihat ada coretan biru yang bertuliskan menguatkan semangatnya sehingga mengurungkan niat untuk berhenti di SMA. Dari sinilah, keberanian mulai muncul, berangan-angan kembali untuk menggapai cita-cita yang diinginkanya termasuk menebus malu di depan guru-guru sewaktu SMP dulu.
Di penghujung kelas 2 SMA, dia harus dihadapkan dengan 2 pilihan antara IPA atau IPS. Sadar akan kemampuanya, masuklah Marhen di kelas para narapidana dan anak-anak buangan, IPS. Setelah masuk IPS, dia belajar begitu giat sampai akhirnya melihat peluang agar bisa melanjutkan sekolah lagi sebagai mahasiswa. Tapi apalah daya, ternyata tak ada universita yang menerimanya.
Terakhir, datanglha pengumuman sekolah bagi siapa saja bisa ikut mendaftar ke Politeknik Pertanian Unand (Politani). Dengan bantuan Guru Bahasa, dia sangat senang apalagi dapat PMDK di payakumbuh. Sesudah itu, ada jalur tes IQ yang diselenggarakan sekolah. Dan hasilnya, Subhanallah, IQ Marhen hanya 91 yang artinya hanya sedikit diatas IQ kera betina 86.
Serasa nikmat membawa nilai IQ 91, seringkali dia dimarahai oleh bapak angkat yang kebetulan sebagai Guru Olahraga di sekolahnya. “Pantes aja IQ segitu”. Marhen, lagi-lagi tak berpikir untuk putus asa karena ini semua adalah perjuangan. Ujian Akhir telah hadir untuk menentukan lulus tidaknya para siswa di sekolahnya. Usaha, doa, ikhtiar dijalani dengan penuh semangat. “Pokoknya sehabis lulus, cus langsung ke Padang”, angan-anganya saat itu.
Selamat satu minggu ujian dilaksanakan dan menunggu satu bulan untuk pengumumanya. Ternyata Allah memberi skenario yang berbeda, dia dinyatakan TIDAK LULUS. Dari sekian ratus siswa ada 6 orang tidak lulus termasuk Marhen. Takdir yang berat untuk diterimanya, kecewa, sedih, pupus harapan menjadi satu.
Dia kembali ke desa, asah pisau, pergi ke sawah. Selama satu bulan nyambi menggembala kerbau di sungai dan sesekali ke rumah Guru Bahasa Inggris SMA-nya bermain disana, pergi ke kebun, cari kelapa jatuh lalu diantarkanya ke Gurunya lagi.
Setelah lama menjadi pengangguran SMA ditambah tidak lulus ujian bahkan mondar-mandir tidak jelas, akhirnya Marhen mendapatkan panggilan ujian susulan dan bergegaslah dia kesana. Setelah beberapa hari ujian, dia pun dinyatakan lulus.
Memang berat rasanya menjalani hidup ini, Marhen pun selalu berdoa agar terus dikuatkan hatinya. Tidak ada manusia yang diberikan cobaan kecuali dia mampu melaluinya. Dia berusaha untuk terus menggapai apa yang diimpikanya waktu dulu dan khususnya mewujudkan gelarnya sewaktu SMP.
Alhamdulillah, memasuki Jurusan Politani (D3) Marhen serasa melakukan kegiatan sehari-hari seperti di kampung. Tugas-tugas berat penuh penderitaan, dibentak, kena hukum bagai TNI rasanya lewat begitu saja. Dia hanya berprinsip satu yakni harus bangkit dari ilmu peternakan ini.
Ya, Politani memberinya jalan untuk pertama kalinya meniti karir. Dinyatakan lulus 3 tahun kemudian dengan gelas A.Md ternyata Marhen masih belum puas. Dia justru termotivasi untuk datang ke gudangnya ilmu dan siap bertarung bersama para pesaing, UGM. Bisa-bisanya mengambil universitas tersebut padahal IQ nya saja dahulu tidak sampai 100, bagai ayam hutan masuk ke kampung ayam bangkok. Seolah kalah telak, namun bermodal niat dan tekad yang kuat, dia berhasil diterima. Kini, tiada kata minder apa yang tidak dipahami selalu ditanyakan kepada dosen, teman atau kakak senior.
Setelah berjibaku dengan 6 SKS terbagi 3 semester, tamatlah sudah di kampus itu. Marhen pun bergelar S. Pt. Tamat S1, Marhen tidak ingin bekerja atau mendaftar CPNS tetapi ingin balas dendam. Entah apa yang ada dipikiranya, padahal kalo untuk melanjutkan S2 harusnya pintar bahasa inggris. SMA saja gak lulus bahasa inggris, gimana mau lanjut kuliah S2 apalagi ke luar negri!
Coba merogoh kantong dalam, ternyata Marhen tak ada uang dan mengurungkan niatnya untuk kuliah ke luar negeri. Akhirnya, dia mengejar S2 di UGM tapi standar toeflnya minimal 450. Berbekal pelajaran les disambi belajar sedikit-sedikit. Marhen berkata dalam hati, “Bismillah Engkau yang memberi ilmu kepada ciptaan-Mu”. Tak disangka, dia mendapat toefl 500. Proses S2 terasa sangat cepat dan bisa terselesaikan 3 semester (tanpa beasiswa). Gelas M. Sc sudah di genggaman.
Semakin kuat tekadnya, Marhen sekali lagi ingin membuktikan bahwa dari ilmunya dia bisa menjadi konsultan sampai memasuki berbagai jenis macam usaha. Titik jenuh pun mendatanginya, ingin rasanya buat usaha sendiri. Sebelum itu, dia malah mendengar ada progam insinyur. Meski sempat minder karena yang ikut progam tersebut banyak dari golongan para rektor, dekan hingga pengusaha besar tapi akhirnya dia memberanikan diri sendiri.

Apa yang terjadi, Herman mampu menempati satu posisi untuk progam insiyur bahkan tak menyangka kalo bisa kuliah bareng para profesor hebat. Alhamdulillah gelar Ir. dan Sertifikat Insinyur Profesional yang diakui ASEAN berhasil didapatkan.
Di masa injury time, umurnya tak bisa dibohongi. Orang tua Herman merasa sangat kecewa jika dia tidak ikut CPNS. Ternyata, dia diam-diam coba mengikuti CPNS tahun 2018. Dan hasil akhirnya……(Ir. Marhen Harjono, A. Md, S. Pt. M. Sc. IPM)
“Niat yang kuat, pantang menyerah, jadikan keduanya pengalaman berharga sebagai sumber modal kekuatan dan strategi, sisanya biarkan Allah menggariskan takdirmu”
Salam,
Deny Irwanto
www.denyirwanto.com